Kondisi ini mungkin disebabkan
oleh belum maksimalnya pengelolaan SDA oleh pemerintah sehingga tidak bisa
memberikan pendapatan yang maksimal bagi negara, disamping belum maksimalnya pengelolaannya
mungkin juga disebabkan oleh rendahnya SDM sehingga belum mampu mengolah SDA
yang ada untuk bisa menghasilkan nilai ekonomi. Pemerintah yang cenderung pro
terhadap kapitalis membiarkan sektor-sektor fital dikuasai oleh pemilik modal
besar dan mengeksploitasi habis-habisan sehingga rakyat hanya bisa melihat dan
menjadi buruh kecil dengan penghasilan yang kecil pula.
Pemerintah yang asik
bermain-main dengan modal besar kadang melupakan kewajibannya untuk mensejahterakan
rakyat, dimana kadang ada permainan diantara mereka untuk bisa meraih untung
untuk keperluan sendiri atau kelompok tertentu, dengan menghalalkan segala
cara. Inilah yang menyebabkan kebocoran
dimana-mana dan sepertinya sektor pertambangan yang dikatakan paling banyak
dibocorkan dan diselewengkan.
Penyelewengan bisa terjadi
dimana saja bukan hanya sektor tertentu, banyak instansi pemerintah yang korup
sehingga merugikan negara sampai trilyunan rupiah. Korupi ini sungguh sudah
sangat memprihatinkan, para koruptor tidak tanggung-tanggung mengelapkan uang
negara, Saya tidak akan banyak mengambil contoh, yang dulu sampai sekarang
tidak ada kabarnya adalah kasus Bank Century, KPK seolah-olah tidak mampu
mengungkap masalah ini.
Berlanjut ke kasus yang
lainnya adalah Korupsi kepolisian dalam kasus pengadaan alat simulator SIM (Surat
Izin Mengemudi) yang melibatkan petinggi Polri yang juga menyebabkan
perseteruan antara KPK dan Polri dalam kasus siapa yang pantas menangani kasus
Korupsi Simulator SIM tersebut. Pada akhirnya Presiden pun turun tangan dan
menetapkan bahwa KPK lah yang berhak melakukan penyelidikan terhadap Kasus
Simulator SIM.
Berlanjut ke kasus kelas
kakap lainnya adalah Korupsi yang terjadi pada Proyek Hambalang, dalam kasus
ini banyak kader-kader dari partai pemerintah atau Partai Demokrat yang
terjerat dan menjadi tersangka, ada beberapa nama yang sudah terjerat seperti
Nazarudin dan Angelian Sondakh dan yang paling terakhir KPK mencekal Menpora
yang masih aktif Andy Malarangeng untuk tidak bisa ke Luar negeri, dan pada
akhirnya pun Pak Menteri lebih memilih untuk mengundurkan diri, dan banyak yang
memuji sikap Andy itu dengan menyebut bahwa perbuatan atau sikap pengunduran
dirinya itu adalah sikap seorang Negarawan sejati dan patut diberi apresiasi,
Mungkin itu beberapa contoh yang bisa saya sebutkan masih banyak kasus korupsi
yang ada dipusat dan daerah-daerah yang telah merugikan negara.
Begitu banyaknya para
koruptor dinegeri ini, saya menjadi prihatin dengan keadaan negeri ini,
seolah-olah koruptor tersebut tidak punya rasa malu, Korupsi sepertinya menjadi
salah satu hal yang wajib dilakukan jika menjabat dinegeri ini. Seprtinya
mereka menjabat bukan untuk mencari prestasi melainkan untuk korupsi, Begitu
tebalnya muka para koruptor cahaya kamera media yang meberitakan merekan
seperti tidak menyilaukan mata mereka sepertinya mereka terlalu silau dengan
harta negara yang mereka korupsikan.
Pemerintah tidak berani
memberikan hukuman mati pada para koruptor, untuk memakaikan baju tahanan pun
tidak berani kepada para koruptor, tetapi saat ini sedang dibahas warna baju
untuk tahanan koruptor, ada yang memilih putih dan ada pula yang hitam, inilah
Indonesia penjahat itu ibarat pejabat yang membuat kita harus hormat, meskipun
sudah menjadi tersangka korupsi. Mungkin inilah yang menyebabkan semakin
banyaknya muncul koruptor-koruptor baru.
Untuk mencegah munculnya
koruptor-koruptor baru, pemerintah harus berani memberikan efek jera atau malu
bagi mereka yang sudah menjadi tersangka dan dijatuhi hukuman, selama ini
hukuman bisa dibilang ringan sehingga para koruptor berani kosupsi tanpa
menanggung malu dan bisa hidup enak dan kaya raya. Melihat dari hukuman yang
diberikan memang bisa terbilang ringan, maka dari itu mereka bisa diberikan
hukuman lain berupa efek malu.
Rudy Karetji
Direktur Eksekutif
Komite Rakyat Anti Korupsi Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar