Kamis, 07 Juni 2012

Otonomi Khusus Membawa Kehancuran

Otonomi Khusus merupakan jawaban atas Tuntutan Merdeka Secara Politik Bangsa Papua atas “Hak Penentuan Nasib Sendiri”. Hal ini membuat pemerintah pusat mengeluarkan UU Otsus guna menjawab tuntutan aspirasi Masyarakat Adat Papua. Sayangnya ketika Masyarakat Adat Papua ramai-ramai berteriak “ Merdeka “, para pejabatnya menutup pintu dan jendela rapat-rapat dan berdiam diri didalam rumah, tetapi ketika pemerintah pusat mengeluarkan 

 

Dana Otonomi Khusus, rakyat dilupakan lalu pejabat daerah ramai-ramai membuka pintu dan jendela rumah lebar-lebar menerima dana otonomi khusus demi memperkaya diri, keluarga, dan golongannya. Hal ini membuat Masyarakat Adat Papua semakin terpuruk dalam menjalani kehidupannya, kesejahteraan semakin menjauh, mulai ada pengemis dan pemulung di Papua. Sesuatu yang tidak ada kini ada, dahulu para pejabat dan keluarganya menggunakan kendaraan hanya satu, sekarang Bapak memiliki kendaraan, Ibu juga memiliki kendaraan, anak-anaknya juga memiliki kendaraan. Sangat disayangkan ketika mobil dan motor yang digunakan dari hasil korupsi dipamerkan didepan mata Masyarakat Adat Papua yang dulunya meminta merdeka dan mengakibatkan dana otonomi khusus dikucurkan oleh pemerintah pusat. 

 

Masyarakat Adat Papua merasa dianak tirikan, maka pada tanggal 12 Agustus 2005 rakyat bersama-sama Dewan Adat Papua melakukan aksi demo damai di halaman gedung DPRP Papua dan mengembalikan UU Otonomi Khusus kepada Pemerintah Pusat yang dianggap gagal memberikan perubahan kesejahteraan kepada Masyarakat Adat Papua tetapi lebih memperkaya para pejabat didaerah baik Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif serta para pengusaha.

 

Hadirnya Dana Otonomi Khusus juga turut memporak porandakan kehidupan Masyarakat Adat Papua, sebagi contoh bantuan dana 100 juta oleh gubernur papua dan ditambah lagi 50an juta oleh masing-masing Bupati dan Wali Kota menjadi sumbuh pemicu konflik horisontal antara sesama masyarakat, saling curiga, saling bertengkar dan berantam hanya karena penggunaan dana tersebut. Kepala kampung dan Bamuskam sengaja ke kota lalu menginap di hotel dan kemudian berfoya-foya lalu membohongi masyarakat. Hubungan kekerabatan adat akhirnya tidak bisa dipertahankan sebab keretakan yang diciptakan oleh bantuan-bantuan uang kampung tersebut. Saudara sudah tidak dianggap saudara lagi, yang terjadi adalah saling bermusuhan yang berbuntut pada kematian. Dulunya mereka duduk satu meja para-para adat, tetapi sekarang sudah tidak lagi, dan menjadi permusuhan abadi di kampung.

 

Pembangunan hasil dana otsus tidak menunjukkan sesuatu yang berarti, tetapi sebaliknya defisit anggaran sangat besar. Berdasarkan hasil audit BPK-RI perwakilan Papua dan Perwakilan Papua Barat bahwa kerugian negara mencapai puluhan sampai trilyunan rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa kerakusan yang menjadi karakter kepemimpinan Orang Asli Papua (OAP) sementara dimanfaatkan oleh teman-teman pendatang. Sesungguhnya Adat Istiadat Papua tidaklah seperti apa yang sedang terjadi, tetapi realitanya demikian. Untuk itu rakyat papua masih tetap berteriak merdeka secara politik, dan kemerdekaan itu menjadi abadi dan tetap diperjuangankan dari waktu ke waktu, dan dari generasi ke generasi.

 

Belum puas rasanya pemerintah pusat dan daerah memanfaatkan dana-dana otonomi khusus tidak pada tempatnya juga tidak pada pemanfaatannya sehingga banyak dana-dana yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh para pemimpin di pemerintahan daerah dan pemerintah pusat,