Otonomi Khusus merupakan jawaban atas Tuntutan Merdeka Secara Politik
Bangsa Papua atas “Hak Penentuan Nasib Sendiri”. Hal ini membuat
pemerintah pusat mengeluarkan UU Otsus guna menjawab tuntutan aspirasi
Masyarakat Adat Papua. Sayangnya ketika Masyarakat Adat Papua
ramai-ramai berteriak “ Merdeka “, para pejabatnya menutup pintu dan
jendela rapat-rapat dan berdiam diri didalam rumah, tetapi ketika
pemerintah pusat mengeluarkan
Dana Otonomi Khusus, rakyat dilupakan
lalu pejabat daerah ramai-ramai membuka pintu dan jendela rumah
lebar-lebar menerima dana otonomi khusus demi memperkaya diri,
keluarga, dan golongannya. Hal ini membuat Masyarakat Adat Papua
semakin terpuruk dalam menjalani kehidupannya, kesejahteraan semakin
menjauh, mulai ada pengemis dan pemulung di Papua. Sesuatu yang tidak
ada kini ada, dahulu para pejabat dan keluarganya menggunakan kendaraan
hanya satu, sekarang Bapak memiliki kendaraan, Ibu juga memiliki
kendaraan, anak-anaknya juga memiliki kendaraan. Sangat disayangkan
ketika mobil dan motor yang digunakan dari hasil korupsi dipamerkan
didepan mata Masyarakat Adat Papua yang dulunya meminta merdeka dan
mengakibatkan dana otonomi khusus dikucurkan oleh pemerintah pusat.
Masyarakat Adat Papua merasa dianak tirikan, maka pada tanggal 12
Agustus 2005 rakyat bersama-sama Dewan Adat Papua melakukan aksi demo
damai di halaman gedung DPRP Papua dan mengembalikan UU Otonomi Khusus
kepada Pemerintah Pusat yang dianggap gagal memberikan perubahan
kesejahteraan kepada Masyarakat Adat Papua tetapi lebih memperkaya para
pejabat didaerah baik Eksekutif, Legislatif, maupun Yudikatif serta
para pengusaha.
Hadirnya Dana
Otonomi Khusus juga turut memporak porandakan kehidupan Masyarakat Adat
Papua, sebagi contoh bantuan dana 100 juta oleh gubernur papua dan
ditambah lagi 50an juta oleh masing-masing Bupati dan Wali Kota menjadi
sumbuh pemicu konflik horisontal antara sesama masyarakat, saling
curiga, saling bertengkar dan berantam hanya karena penggunaan dana
tersebut. Kepala kampung dan Bamuskam sengaja ke kota lalu menginap di
hotel dan kemudian berfoya-foya lalu membohongi masyarakat. Hubungan
kekerabatan adat akhirnya tidak bisa dipertahankan sebab keretakan yang
diciptakan oleh bantuan-bantuan uang kampung tersebut. Saudara sudah
tidak dianggap saudara lagi, yang terjadi adalah saling bermusuhan yang
berbuntut pada kematian. Dulunya mereka duduk satu meja para-para
adat, tetapi sekarang sudah tidak lagi, dan menjadi permusuhan abadi di
kampung.
Pembangunan hasil
dana otsus tidak menunjukkan sesuatu yang berarti, tetapi sebaliknya
defisit anggaran sangat besar. Berdasarkan hasil audit BPK-RI
perwakilan Papua dan Perwakilan Papua Barat bahwa kerugian negara
mencapai puluhan sampai trilyunan rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa
kerakusan yang menjadi karakter kepemimpinan Orang Asli Papua (OAP)
sementara dimanfaatkan oleh teman-teman pendatang. Sesungguhnya Adat
Istiadat Papua tidaklah seperti apa yang sedang terjadi, tetapi
realitanya demikian. Untuk itu rakyat papua masih tetap berteriak
merdeka secara politik, dan kemerdekaan itu menjadi abadi dan tetap
diperjuangankan dari waktu ke waktu, dan dari generasi ke generasi.
Belum puas rasanya
pemerintah pusat dan daerah memanfaatkan dana-dana otonomi khusus
tidak pada tempatnya juga tidak pada pemanfaatannya sehingga banyak
dana-dana yang tidak dapat dipertanggung jawabkan oleh para pemimpin di
pemerintahan daerah dan pemerintah pusat,