Kamis, 28 Juli 2011

ADA APA DENGAN ANGGARAN NEGARA

1. Masalah pemberantasan korupsi di masa mendatang bukan terletak pada faktor penghukuman semata-mata, melainkan seberapa jauh kinerja KPK dan Kejaksaan Agung dapat membangun sistem birokrasi yang "aman dan terlindungi" dari perilaku koruptif serta seberapa banyak kontribusinya terhadap kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pengembalian aset hasil korupsi yang disembunyikan di dalam negeri dan ditempatkan di luar negeri.Ketiga strategi baru pemberantasan korupsi di masa mendatang harus diperlakukan secara seimbang, direncanakan dengan baik dan berkesinambungan, sehingga persoalannya nanti bukan terletak pada mana yang lebih penting: menghukum atau mengembalikan aset korupsi, melainkan terletak pada efisiensi dan efektivitas penegakan hukum yang memiliki kepastian hukum dan berkeadilan sosial.

2. Pengelolaan anggaran negara memasuki fase yang sangat mengkhawatirkan, bahkan telah sampai pada titik kritis. Anggaran publik yang seharusnya digunakan dan dikembalikan  untuk kepentingan publik justru digunakan oleh episentrum kekuasaan pemilik kuasa atas anggaran secara zalim. Adalah DPR dan pemerintah yang menjadi "aktor utama" dibalik amburadulnya pengelolaan anggaran negara. Data menyebutkan besaran anggaran yang digunakan untuk membiayai perjalanan dinas ke luar negeri oleh DPR dan pemerintah mencapai angka 19.5 Triliun (20/9). Angka ini berbanding terbalik dengan pos anggaran yang digunakan untuk membiayai kebutuhan publik secara langsung, sebut saja anggaran Jaminan Kesehatan Masyarakat yang hanya berkisar 4,5 triliun. Ada upaya "manipulasi sistemik" yang dilakukan untuk menggerogoti dana publik melalui kebijakan yang sebetulnya tidak memberikan manfaat bagi kepentingan publik itu sendiri. Kecaman dari berbagai pihak tidak menyurutkan langkah para "penguasa negara" untuk menghentikan pemborosan anggaran yang menghabiskan dana publik. Yang muncul justru perlawanan dan sikap resisten terhadap koreksi atas perilaku buruk mereka.

3. Sarang Korupsi, kekhawatiran publik bukannya tanpa alasan, perjalanan dinas yang dilakukan ditengarai tidak mencantumkan indikator yang jelas baik mengenai urgensinya sampai kepada pertanggungjawabannya. Situasi semacam ini dapat berpotensi dan mengarah kepada pemborosan dana publik. Perjalanan dinas para pejabat negara sering kali tidak menunjang kinerja mereka, hal ini didasarkan karena tidak memiliki ukuran yang jelas sejauh mana perjalanan dinas diperlukan untuk menunjang kinerja. Sebaliknya, evaluasi terhadap perjalanan dinas itu sendiri hampir dipastikan tidak ada. Alhasil, setiap tahun anggaran dana perjalanan dinas menjadi bagian yang memakan porsi anggaran yang besar. Bahkan, setiap tahun biaya perjalanan dinas mengalami peningkatan yang luar biasa.

4. Kanker Anggaran, secara hukum, pengambilan keputusan dalam penganggaran (budgeting) memang berada di bawah kekuasaan DPR. Sementara itu, pemerintah juga menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam proses tersebut. Akibatnya, kedua lembaga inilah yang berhak menentukan penggunaan dana publik melalui penyusunan anggaran yang dilakukan setiap tahun.
Kekuasaan yang begitu besar serta proses penganggaran yang sangat buruk dan cenderung tertutup menjadikan kedua lembaga ini sebagai aktor utama dalam penyalahgunaan dana-dana publik melalui kebijakan yang dilegalkan, seperti alokasi dana perjalanan dinas ke luar negeri yang minim pertanggungjawaban. Agaknya dalil yang pernah diungkapkan oleh Lord Acton bahwa setiap kekuasaan cenderung disalahgunakan, apalagi kekuasaan yang absolut sudah pasti (absolutely) akan disalahgunakan menjadi kenyataan pahit dalam pengelolaan dana publik.
Problem penganggaran seperti ini ibarat penyakit "kanker" yang telah menjalar hingga ke setiap proses yang dilaluinya. Jika DPR dan pemerintah sadar akan "penyakit" ini, tindakan untuk mengevaluasi penggunaan anggaran penting untuk dilakukan. Jangan sampai rakyat yang akan mengambil tindakan untuk "mengamputasi" kewajiban mereka kepada negara karena perilaku zalim penguasa dalam pengelolaan anggaran.


5. Secara Nominal, besaran alokasi anggaran pendidikan meningkat terus dari tahun ke tahun, dengan senantiasa mempertahankan prosentasenya di kisaran 20%. Pada TA 2009, anggaran pendidikan dialokasikan sebesar Rp207.413,5 miliar (20,0%) dari Rp1.037.067,3 miliar sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 41 Tahun 2008. Terdapat kenaikan anggaran secara nominal sebesar Rp2.124,1 miliar pada TA 2010, sehingga anggaran pendidikan menjadi sebesar Rp209.537,6 miliar (20,0%) dari total belanja negara sebesar Rp1.047.666,0 miliar, sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 47 Tahun 2009. Selanjutnya untuk TA 2011, prosentase anggaran pendidikan naik sedikit menjadi 20,2% yaitu dialokasikan sebesar Rp248.978,5 miliar dari total belanja negara sebesar Rp1.229.558,5 miliar sebagaimana tercantum dalam UU Nomor 10 Tahun 2010. Dalam postingan ini, penulis membatasi kajian hanya sebatas siapa penerima manfaat anggaran pendidikan 20%, dengan pertimbangan bahwa anggaran pendidikan yang sedemikian besar perlu dikelola secara hati-hati (prudent), direncanakan secara cermat, dan dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk menjamin hak warga negara memperoleh akses pendidikan yang bermutu dan terjangkau. Lalu bagaimana dengan pendidikan kita pada saat ini ???????