Rabu, 05 Juni 2013

KORUPTOR ITU PENGKHIANAT BANGSA DAN NEGARA

Tahun 1945 merupakan tahun  penting dalam sejarah nasional Indonesia. Pada tahun itu, tepatnya tanggal 17 bulan agustus, Soekarno membacakan pemberitahuan resmi (proklamasi) kemerdekaan Indonesia. Pemberitahuan itu merupakan bentuk pemersatuan bangsa Indonesia—secara politik— sebagai Negara seutuhnya yang merdeka dari belenggu penjajah selama lebih dari 3,5 abad lamanya.

Tahun demi tahun Indonesia membangun. Segala aspek kehidupan terus dibenahi, dari aspek sosial, ekonomi, pemerintahan, budaya dan hukum. Tentunya pelaksanaan pembangunan itu berdasarkan sebuah  hukum yang dalam hierarki peraturan perundangan-undangan menempati posisi tertinggi—yaitu Undang-Undang Dasar Negara Repubik Indoesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945)—sebuah hukum yang sangat idealis, sebuah arahan bagaimana Indonesia bergerak untuk mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sentosa.

Sepertinya idealisme yang ada dalam konstitusi tidak dilaksanakan, hanya menjadi pajangan, hanya menjadi simbol supaya disebut Negara hukum. Karena pengkhianat lah semua jadi macet. Layaknya sebuah tanaman yang akan tumbuh, namun terus di “diganggu” oleh anak si penanam sendiri. Founding Fathers adalah orang tua kita, leluhur kita,  orang-orang yang berjasa pada Negara, yang juga menjadi contoh bagaimana seharusnya menjaga bangsa ini. Namun, malah “anak-anaknya” sendiri yang merusaknya, merusak cita-cita bangsa. “Menyedot” semua yang ada untuk dirinya sendiri dan kroni-kroninya.

Instrumen hukum yang digunakan sebagai payung pemberantasn Tindak Pidana Korupsi sudah mengalami perubahan seiring makin berkembang pula modus pelaksanaan Tindak Pidana Korupsi. Korupsi kini tidak saja dilakukan secara individu, namun juga sudah dilakukan secara berjamaah. Kita harus skeptis apabila hanya ada bawahan dalam sebuah lembaga tersandung masalah korupsi, pasalnya tidak  mungkin dia bekerja sendiri tanpa sepengetahuan pimpinannya.

Dampak yang dilakukan si Pengkhianat itu sangat besar, setiap sektor kehidupan terkena imbasnya. Karena banyaknya uang Negara yang “dimakan”, hak-hak dasar warga Negara terenggut : hak untuk hidup layak, hak untuk mengakses sumbet daya, dan hak-hak dasar lainnya tidak dapat dipenuhi oleh Negara.  Kesenjangan sosial juga meningkat, rakyat kelompok miskin dan marjinal tidak pernah mendapat akses anggaran yang seharusnya diberikan oleh Negara.

Akhir-akhir ini sering dijumpai bahwa pelaku Tindak Pidana Korupsi adalah para pejabat pemerintah yang melakukan penyelewengan keuangan Negara. Akibatnya, masyarakat pesimis dengan pemerintah, mosi tidak percaya terhadap pemerintahan Negara ini  kerap mewarnai berbagai  diskusi. Pemerintahan yang tidak berwibawa pun timbul karena masyarakat bersikap apatis. Perlu menjadi perhatian, sifat apatis ini akan mengakibatkan rapuhnya ketahanan nasional, stabilitas keamanan Negara juga terpengaruh. Pada tahun 1998, masyarakat sudah tidak mempercayai pemerintah, akibatnya muncul demonstrasi besar-besaran hingga berhasil menumbangkan rezim orde baru. Korupsi adalah salah satu penyebab terjadinya hal tersebut.

Mungkin benar apa yang dikatakan Dalang Ki Enthus Susmono, dalam sebuah pentas, beliau mengatakan sudah semakin banyak monyet yang memakai topeng manusia.

Oleh : Rudy Karetji
Direktur Eksekutif Nasional
Komite Rakyat Anti Korupsi Indonesia