Dinamika
performens Korupsi Struktural dari Aceh sampai Papua, adalah wajah
pentas perwayangan yang setiap hari dipertontonkan oleh Para elit Bangsa
ini, baik di Media Eletroknik maupun Cetak serta Radio, ditengah
carut-marut penegakan Hukum yang tidak berkeadilan sosial, semua pihak
mengklaim bahwa dirinya yang hebat, kuat, dan kebal hukum, karena
keterlibatan aparat penegak hukum, politisi, birokrat , pengusaha dan
juga para advokad yang membela dan menjamin kekebalan hukum bagi para
koruptor dengan melegitimasikan UU dan Peraturan Pemerintah sebagai
referensi hukum guna melemahkan semangat perlawanan dan pencegahan atas
perbuatan melawan hukum sebagai bagian dari Politik Kekuasaan. Korupsi
menurut bahasa kita adalah suatu perbuatan tindak pidana kejahatan
kemanusiaan luar biasa, ya cara untuk melawannya juga dengan cara yang
luar biasa. Budaya Malu sudah tidak lagi mempan bagi para elit pelaku
korupsi dengan bangganya mereka lalu merampok berjemaah atas nama
kekuasaan politik bisnis. Perbuatan Korupsi sudah dianggap hal biasa
bukan lagi luar biasa, sebab sangsi hukumnyapun hanya 1-3 tahun, apalah
artinya hukuman sedemikian rendah dan merendahkan martabat manusia,
karena hukum mudah diuangkan alias Kase Uang Habis Perkara (KUHAP). Ya
kita semua tahu bahwa Bangsa Indonesia saat ini berada pada peringkat
seratusan dalam hal indeks persepsi korupsi internasional, sementara
untuk Asia Indonesia jagonya, maka tak heran ketika sensus BPS 2010
menunjukan Provinsi Termiskin di Indonesia adalah Papua Barat pertama
dan kedua adalah Provinsi Papua. Hal ini tidak diimbangi dengan dana
ABPN,APBDP,dan APBDK, serta Royalty Migas Bawah Tanah dan Juga Royalty
Freeport dan lebih miris lagi Dana Otonomi Khusus yang sejak 2002-2010
sudah sekitar Rp. 28,8 Trilyun digelontorkan ke Papua dan Papua Barat
ternyata Dana segedeh itu tidak mampu mengangkat taraf hidup orang asli
papua dari kemiskinan menjadi mapan.
Dampak
dari banyaknya uang yang digelontorkan ke Papua dan Papua Barat , telah
berhasil melahirkan raja-raja kecil, termasuk imbas Korupsi Struktural
dengan Modus Operandi dalam berbagai cara untuk memperkaya
diri,keluarga, dan kroni-kroni para koruptor itu.
Sebut
saja kasus Korupsi Hambalan, Korupsi PPID,Korupsi Anggota DPR-RI,
Korupsi Chek Pelawat, Korupsi Bailout Century, Korupsi Pajak, Korupsi
Pembuatan Alquran, Korupsi Simulator SIM Korlantas Polri dan lain
sebagainya adalah merupakan fenomena sistem Pelayanan Pemerintah Pusat,
sementara di daerah-daerah juga banyak, Isu Dahlan Iskan dengan Wacana
Pemerasan BUMN, di daerah dijadikan ATM Para kepala Daerah, apalagi di
Papua dan Papua Barat.
Penegakan
Hukum diperjualbelikan dengan bargaining Politik Papua Merdeka oleh
para koruptor di tanah papua barat, termasuk oknum-oknum aparat keamanan
di pusat termasuk para pegawai cukong atau broker atau pun makelar yang
bekerja mengejar Succes Fee; dengan bukti ini, maka susah untuk
menghilangkan Karakter Korupsi Bangsa ini mulai dari anak bangsa di
pusat pemerintahan-sampai ke daerah-daerah. Bagi Papua dan Papua Barat,
dinilai sebagai daerah konflik sehingga sengaja dibiarkan saja oleh
Kepolisian,Kejaksaan, dan KPK, termasuk hukum menjamin Impunitas atas
para koruptor karena uang selembar lima puluh ribu rupiah , lalu harga
diri diperjual belikan tak pandang bulu dia pegawai rendahan hingga
pegawai tinggi, Korupsi sudah bagian dari karakter sistem pelayanan
pemerintahan.
Kasus-kasus
korupsi di Tanah Papua Barat; baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat
sengaja dibiarkan bebas mengalir menyusuri relung hidup setiap anak
bangsa dan dipelihara untuk memperkaya pihak-pihak di Tanah Papua Barat
maupun Indonesia. Adapun Modus Operandi Korupsi Struktural terkadang
dengan menggunakan kekuasaan politik melalui Partai Politik Berkuasa
seperti Partai Golkar,Demokrat, PDIP, PKB, PKS, Gerindra, Hanura dan
lainnya, melalui kader-kader partainya didaerah selalu dijadikan mesin
pencetak uang untuk kepentingan partai politik dan pribadinya. Sayangnya
Kekuasaan Politik lebih dominan di daerah daripada Hukum, sehingga
semena-mena hukum diperjualbelikan untuk kepentingan mereka para
Politisi dan Birokrasi, yudikatif, dan kontraktor sebagai pihak ketiga
yang mengelola anggaran negara.
Ketika
rakyat papua marah dan menuntut hak – hak dasar mereka, kemudian
pemerintah memperhadapkan mereka dengan Kekerasan baik Kekerasan
Struktural maupun horisontal. Pemerintah juga melegalkan hukum melalui
UU dan Peraturan Pemerintah sebagai lehgitimasi impunitas atas pelaku
korupsi, dengan kata lain melegalkan “ Kata Papua Merdeka “, digunakan
oleh Koruptor di Tanah Papua Barat, sebagai Senjatah ampu dalam
memproteksi dan membebaskan mereka dari jeratan Hukum.
Adapun Korupsi Struktural dan Modus Operandi yang terjadi di tanah papua barat adalah sebagai berikut:
1. Kasus Terdakwa Korupsi Ketua DPRP Papua Drs. Jhon Ibo,MM, Kerugian Negara 5,2 Milyar dana APBD pembangunan rumah dinas jabatan Ketua dan Wakil ketua DPRP Papua; saat ini sidangnya masih terkatung-katung sudah tiga bulan lamanya, belum ada putusan, sementara Terdakwa diberi status tahanan kota oleh pihak kejaksaan agung.
2. Kasus Tersangka Korupsi Dana APBD Kabupaten Waropen, mantan Bupati Waropen Drs. Ones J. Ramandey,MM , kerugian negara Rp. 5 Milyar, Tersangka sudah ditahan dipolda papua tetapi diberi ijin bantaran kepada tersangka oleh pihak penyidik kejaksaan tinggi papua dan hingga saat ini sejak februari lalu belum ditangkap, sementara tersangka bebas berkeliaran di Jakarta.
3. Terdakwa Korupsi Dana Bagi Hasil Provinsi Papua Ir. M.L.Rumadas,M.Si dengan kerugian negara Rp. 18 Milyar, terdakwa sebagai sekda Provinsi papua Barat yang juga adalah tersangka Korupsi Dana 20 Milyar Bantuan kepada 44 anggota DPRP Papua Barat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Papua tetapi hingga saat ini tidak jelas proses hukumnya, untuk sementara terdakwa di beri status tahanan kota oleh kejaksaan agung.
4. Dugaan kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan 23 anggota DPRD Biak Numfor dan diperiksa terkait dugaan korupsi kerugian negara yang ditimbulkan berkisar Rp600 juta-Rp700 juta. Dan keterangan yang dimintai pihak Polres yakni terkait Penggunaan Dana Sosialisasi, Pembangunan Perumahan, Penggunaan Uang Untuk Dipertanggungjawabkan (UUDP), serta Uang Perjalan Dinas.
1. Kasus Terdakwa Korupsi Ketua DPRP Papua Drs. Jhon Ibo,MM, Kerugian Negara 5,2 Milyar dana APBD pembangunan rumah dinas jabatan Ketua dan Wakil ketua DPRP Papua; saat ini sidangnya masih terkatung-katung sudah tiga bulan lamanya, belum ada putusan, sementara Terdakwa diberi status tahanan kota oleh pihak kejaksaan agung.
2. Kasus Tersangka Korupsi Dana APBD Kabupaten Waropen, mantan Bupati Waropen Drs. Ones J. Ramandey,MM , kerugian negara Rp. 5 Milyar, Tersangka sudah ditahan dipolda papua tetapi diberi ijin bantaran kepada tersangka oleh pihak penyidik kejaksaan tinggi papua dan hingga saat ini sejak februari lalu belum ditangkap, sementara tersangka bebas berkeliaran di Jakarta.
3. Terdakwa Korupsi Dana Bagi Hasil Provinsi Papua Ir. M.L.Rumadas,M.Si dengan kerugian negara Rp. 18 Milyar, terdakwa sebagai sekda Provinsi papua Barat yang juga adalah tersangka Korupsi Dana 20 Milyar Bantuan kepada 44 anggota DPRP Papua Barat yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi Papua tetapi hingga saat ini tidak jelas proses hukumnya, untuk sementara terdakwa di beri status tahanan kota oleh kejaksaan agung.
4. Dugaan kasus tindak pidana korupsi yang melibatkan 23 anggota DPRD Biak Numfor dan diperiksa terkait dugaan korupsi kerugian negara yang ditimbulkan berkisar Rp600 juta-Rp700 juta. Dan keterangan yang dimintai pihak Polres yakni terkait Penggunaan Dana Sosialisasi, Pembangunan Perumahan, Penggunaan Uang Untuk Dipertanggungjawabkan (UUDP), serta Uang Perjalan Dinas.
5. Tersangka
Korupsi Dana Rp. 5,2 Milyar mantan anggota DPRD Mimika yang juga adalah
istri Bupati Mimika Klemens Tinal yakni Ny. Stefra Sodora Dupuy yang
sudah ditetapkan oleh Polda Papua sebagai btersangka 2008 dan hingga
saat ini masih DPO alias daftar pencarian orang, diduga melibatkan pihak
petinggi Polda Papua. Berdasarkan surat izin gubernur papua No.
180/3803/SET.perihal persetujuan dilaksanakannya Tindakan Kepolisian
terhadap anggota DPRD Kabupaten Mimika. Tertanggal 30-11-2007.
6. Dugaan
Kasus Tindak Pidana Korupsi Dana Kampung Kabupaten Fakfak senilai Rp.
28 Milyar oleh Bupati Fakfak Muhammad Uswanas yang hingga saat ini baru
membagikan dana pemberdayaan kampung tahun 2012, sementara 2010 dan 2011
disimpan di bank papua fakfak dan tidak difahami peruntukannnya.
7. Diduga
Melakukan Tindak Pidana Korupsi Dana pengadaan Alat Kesehatan RSUD
Fakfak Oleh Bendahara Partai Politik Golkar Provinsi Papua Bahlil
Lahadalia,SE, dengan mendatangkan alat-alat medis yang sudah rusak dan
tidak bisa dipergunakan senilai Rp.17 Milyar lebih.
8. Diduga
Melakukan Tindak Pidana Korupsi dana Pembangunan Bandara Internasional
Siboru Fakfak dengan sitem Proyek Multy Years sudah menelan biaya Rp. 24
Milyar lebih tetapi pembangunan fisiknya baru 5%, oleh Bahlil Lahadalia
Bendahara Partai Golkar Papua.
9. Diduga
Melakukan Tindak Pidana Korupsi Dana Otsus yang di depositokan senilai
Rp. 1,2 Trilyun di dua Bank di Jayapura yakni Bank Papua dan Bank
Mandiri yang dilakukan oleh Mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu,SH dan
Kepala BPKAD Provinsi Papua Dr. Achmad Hatary.
10. Diduga
Melakukan Tindak Pidana Korupsi dan Narkoba Bupati Teluk Wondama Drs.
Alberth H. Torey, MM kerugian Negara Rp.1,9 Milyar SPMU.No1133/BT/2004
pada Bank Papua dan Dana Bantuan Keuangan dari Provinsi Papua senilai
Rp. 13,2 Milyar.
Untuk itu Rudy Karetji Direktur Eksekutif Nasional Komite Rakyat Anti Korupsi Indonesia, mengatakan dalam waktu dekat ini akan melakukan advokasi atau mengejar kasus2 tersebut diatas dengan cara menjewer atau mengorek telinga para penegak hukum di republik ini agar tidak budeg/alias tuli.