Sabtu, 11 Juni 2011

DPRD KABUPATEN TELUK BINTUNI 2 (DUA) PANSUS

DPRD Teluk Bintuni membentuk 2 (dua) panitia khusus (Pansus) masing-masing untuk menyelidiki masalah pembangunan gedung kantor DPRD Teluk Bintuni dan permasalahan tenaga kerja dan pendapatan asli daerah (PAD) Teluk Bintuni terkait keberadaan BP-Tangguh yang beroperasi di wilayah Teluk Bintuni.
“Dari 20 (dua puluh) anggota dewan kami telah bentuk 2 (dua) Pansus masing-masing beranggotakan 10 (sepuluh) orang,” ungkap Wakil Ketua I DPRD Teluk Bintuni, Roberth Manibuy, SH kepada sejumlah wartawan media cetak dan elektronik di kantor dewan, Kamis (26/5) baru-baru ini.

Menurut Roberth sapaan akrab wakil ketua dewan itu, bahwa persoalan menyangkut gedung DPRD Teluk Bintuni dari beberapa tahun APBD yang telah dianggarkan namun wujud gedungnya di lapangan belum ada. “Sehingga kami memulai investigasi permasalahan di DPRD sendiri terlebih dahulu. Sebenarnya kalau dilihat masa kerja DPRD yang sudah masuk dalam periode yang kedua kita tidak lagi menggunakan gedung seperti sekarang. Tetapi seharusnya kita sudah mempunyai gedung yang semewah gedung kantor Bupati sekarang. Namun kenyataannya sampai saat ini DPRD belum memiliki gedung yang refresentatif. Dan kami tidak bisa memprediksi penyebabnya apa sehingga sangat perlu dibuat Pansus untuk menyelediki hal itu,” papar wakil ketua I itu. 

Sementara masalah BP-Tangguh kata Roberth, Pansus akan fokus menyelidiki permasalahan tenaga kerja dan masalah PAD yang selama ini masyarakat sudah tahu pendapatan BP-Tangguh sangat besar dari hasil gas yang diperolehnya yang ada di Teluk Bintuni. “Namun kenyataannya PAD kabupaten Teluk Bintuni sebagai daerah penghasil gas masih nol,” tuturnya.
Lebih jauh wakil ketua I itu mengatakan, pada tanggal 25 Mei lalu anggota DPRD telah bersepakat membentuk Pansus dalam suatu rapat pleno. “Dan sesuai SK-nya, Pansus itu akan mulai bekerja pada hari Senin (30/5) 2011. Tujuan dibentuknya Pansus untuk menyediki persoalan-persoalan yang terjadi. Selanjutnya akan dibawa ke rapat pleno untuk selanjutnya DPRD akan mengambil langkah-langkah untuk ditindaklanjuti. Pansus diharapkan bekerja secepatnya sebelum sidang APBD Perubahan,” tandasnya.
Roberth menambahkan, apabila dalam temuan Pansus pembangunan gedung kantor DPRD terdapat anggotanya yang terlibat yang menyebabkan sampai saat ini belum ada wujud dari gedung kantor itu maka akan ditelusuri dan tidak pandang buluh. “Bukan berarti dia anggota dewan lantas aman. Tetapi kalau ada indikasi terlibat harus siap berhadapan dengan proses hukum dan harus bisa berjiwa besar kalau kesalahan itu muncul dari DPRD sendiri harus siap ambil resiko,” tegasnya.

Wakil ketua I itu juga memaparkan, kalau dilihat dari proses pembangunan gedung DPRD kenyataannya dilapangan dari proses pembangunan gedung sudah pindah lokasi 2 (dua) kali yaitu dilokasi pertama pembangunannya gagal. “Dan sekarang di lokasi kedua ini juga pembangunannya selama 3 (tiga) tahun bila dilihat dari struktur tanah yang ada di sana apa mungkin gedung itu akan berdiri. Kami sudah berkoordinasi dengan Bupati, mana yang lebih efesien setelah dihitung-hitung apa lokasi yang sekarang ataukah lokasi itu dipindahkan ke lokasi baru. Apabila dilihat lokasi baru nantinya lebih efisien dari segi biaya apa tidak menyalahi aturan kalau dipindahkan. Hal inilah yang diselidiki Pansus DPRD,” urainya.
Tahun 2011, kata Roberth, DPRD telah menganggarkan dana sebesar 10 (sepuluh) milyar dalam APBD Teluk Bintuni untuk pembangunan gedung. “Namun pembangunan gedung itu belum dilaksanakan sebab masih menunggu hasil Pansus ini,” ungkapnya.

Sesuai informasi yang didaptkan media ini Pansus yang menangani gedung DPRD diketuai Romelus Tatuta. Sedangkan Pansus yang menyelidiki persoalan di BP-Tangguh diketuai Muaram Fiawe.(muris, penulis majalah warta teluk)

Kepada pembaca yang terhormat, Saran dan kritikan yang membangun sangat kami harapkan. Makasih

Dewan Kehormatan Demokrat Awasi Nazaruddin


MINGGU, 12 JUNI 2011 | 06:31 WIB

TEMPO InteraktifJakarta: Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menyatakan partainya serius memantau keseriusan Muhammad Nazaruddin dalam pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.

"Seperti yang dia (Nazaruddin) janjikan kepada Ketua Umum (Anas Urbaningrum) dan Ketua Dewan Pembina (Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) bahwa dia menjamin akan patuh (terhadap panggilan KPK)," kata Amir kemarin. "Seharusnya Nazaruddin berusaha maksimal memenuhi panggilan KPK."

Pengacara senior ini menjelaskan, eskalasi pemberitaan yang tinggi mengenai kasus-kasus yang diduga melibatkan bekas Bendahara Umum Demokrat itu membuat Dewan Kehormatan serius memperhatikan sikap Nazaruddin. Dewan Kehormatan berisi Presiden Yudhoyono (ketua), Anas Urbaningrum (wakil ketua), Amir (sekretaris), serta E.E. Mangindaan dan Jero Wacik (anggota).

Nazaruddin dan istrinya, Neneng Sriwahyuni, terbang ke Singapura pada 23 Mei lalu, sehari sebelum Nazaruddin dilarang ke luar negeri selama setahun oleh Imigrasi. Adapun Neneng dicegah sejak 31 Mei lalu. Keduanya mangkir dari panggilan KPK pada Jumat lalu.

Nazaruddin mestinya dimintai keterangan dalam penyelidikan dugaan korupsi Rp 142 miliar di Kementerian Pendidikan Nasional pada 2007. Adapun Neneng adalah saksi kasus korupsi anggaran 2008 dalam proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya dan supervisi pembangkit listrik di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Penyidik KPK akan memeriksa Nazaruddin besok sebagai saksi dalam kasus suap Rp 3,2 miliar terkait dengan proyek wisma atlet SEA Games XXVI di Palembang, Sumatera Selatan. KPK telah menetapkan tiga tersangka, yakni Mindo Rosalina Manulang sebagai petinggi PT Anak Negeri; Wafid Muharam, Sekretaris Jenderal Kementerian Pemuda dan Olahraga; serta Muhammad El Idris, petinggi PT Duta Graha Indah. Rosalina pernah menyebutkan Nazaruddin memerintahkan mengatur success fee tender proyek. Tapi keterangan yang disampaikan kepada penyidik itu dicabut.

Juru bicara Presiden, Julian Aldrin Pasha, membantah kabar Presiden Yudhoyono marah karena Nazaruddin mangkir di KPK. Menurut dia, Presiden mempercayakan sepenuhnya kepada KPK.

Ketua Departemen Perencanaan Pembangunan Nasional Demokrat Kastorius Sinaga menyayangkan ketidakhadiran Nazaruddin. Menurut dia, anggota Komisi Energi DPR itu bisa dikenai sanksi oleh Dewan Kehormatan jika mangkir lagi. Pasal 7 Anggaran Dasar Demokrat menyebutkan Dewan Kehormatan berwenang memproses dan menjatuhkan sanksi, mulai peringatan hingga pemecatan sebagai anggota partai. Ketidakhadiran Nazaruddin di KPK dinilainya mencoreng citra partai.

Sebelumnya, Nazaruddin diberhentikan sementara dari jabatan bendahara umum karena melanggar etika akibat tersangkut sejumlah kasus.

Hendardi, Ketua Badan Pengurus Setara Institute, menilai Demokrat memproteksi Nazaruddin dengan mengizinkan Nazaruddin berobat ke Singapura. Ia pun menilai KPK lamban jika mengusut petinggi Demokrat.

KPK yakin Nazaruddin akan menghadiri pemeriksaan besok. "Sebagai anggota Dewan yang terhormat, beliau pasti akan kooperatif," ujar Wakil Ketua KPK Muhammad Jasin kemarin.

Senin, 06 Juni 2011

BPK beberkan dosa APBD Sumut

Pengelolaan keuangan dalam APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) Pemerintah Provinsi Sumatera Utara masih amburadul. Buktinya, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) menemukan berbagai 'dosa' APBD Sumut baik 2009 dan 2010 sesuai laporan hasil pemeriksaan (LHP) APBD Sumut.

Menurut Kepala BPK RI Sumut, Oodj Huziat, tadi malam, sejumlah permasalahan yang kembali ditemukan dalam laporan keuangan APBD 2010 yaitu terkait kas daerah, aset tetap serta persoalan dana bantuan sosial (bansos). Sedangkan tiga permasalahan baru yang ditemukan yakni menyangkut piutang lainnya, investasi baik permanen maupun nonpermanen serta realisasi belanja barang dan jasa.

"Dalam penyajian kas di bendahara pengeluaran terdapat dana sebesar Rp1,7 miliar yang belum dipertanggungjawabkan serta pungutan pajak sebesar Rp700 juta yang tidak disetor ke kas negara. Dana ini telah digunakan untuk keperluan lain di luar ketentuan," katanya.

Untuk piutang lainnya, Pemprov Sumut menyajikan masing-masing Rp6,9 miliar pada 2010 dan Rp 9,2 miliar pada 2009. Piutang tersebut termasuk tunjangan komunikasi intensif bagi anggota DPRD Sumut periode 2004-2009 yang telah dipungut bendahara sekretariat dewan, namun tidak dicatat dalam buku kas sebesar Rp4 miliar.

"Uang tersebut dalam penguasaan mantan Sekretaris DPRD Sumut sebelumnya dan telah digunakan untuk keperluan lain di luar ketentuan," ujarnya menambahkan.

Temuan baru lainnya yaitu menyangkut investasi dalam bentuk dana bergulir 2010 dan 2009 masing-masing Rp10,1 miliar yang dicairkan dari kas daerah selama periode 2004-2006. Dana tersebut telah disalurkan ke koperasi dan UKM sebesar Rp8,1 miliar. Sisa dana Rp2 miliar masih tersimpan di rekening bank Dinas Koperasi dan UKM, namun dinas tersebut tidak membuat laporan perkembangan yang jelas atas jumlah yang telah disalurkan.

Sedangkan permasalahan yang tetap ditemukan di antaranya persoalan aset tetap, yaitu menyangkut dua persil lahan senilai Rp49,8 miliar yang telah diserahkan ke pemerintah daerah lain namun masih diakui sebagai aset Pemprov Sumut.

Kemudian, 26 persil lahan seluas 20.000 meter persegi yang masih dinilai Rp1. Peralatan dan mesin yang telah rusak berat atau tidak jelas keberadaannya sebesar Rp103 juta, sementara realisasi belanja pemeliharaan tahun 2010 sebesar Rp2,4 miliar belum dapat dikapitalisasi karena tidak dapat ditelusuri.

Usai sidang paripurna, Huziat juga menyampaikan bahwa temuan yang mengandung unsur pidana telah diteruskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di antaranya terkait dana bansos.

Ketua DPRD Sumut, Saleh Bangun, menyebutkan bahwa LHP tersebut segera akan ditindaklanjuti DPRD Sumut sesuai fungsi dan kewenangannya.

Minggu, 05 Juni 2011

Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Dana Otonomi Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat

BANYAK PENYIMPANGAN” 

Badan Pemeriksa Keuangan menemukan banyak penyimpangan penggunaan dana otonomi khusus Papua dan Papua Barat selama tahun 2002-2010. Dari jumlah dana Rp 19,12 triliun yang diperiksa BPK, sebanyak Rp 4,12 triliun telah terjadi penyimpangan, baik oleh Pemerintah Provinsi Papua maupun Papua Barat.
Selain ada yang digunakan fiktif, tak sesuai ketentuan, ada pula yang digunakan untuk jalan-jalan ke Eropa dan lainnya, demikian laporan audit BPK. Total dana otsus yang disalurkan oleh pemerintah pusat ke Papua dan Papua Barat sejak 2002 hingga 2010 tercatat Rp 28,84 triliun. Namun, berdasarkan uji petik, cakupan dana yang diperiksa BPK hanya Rp 19,12 triliun.
Ketua BPK Hadi Purnomo membenarkan pihaknya melakukan pemeriksaan penggunaan dana otsus Papua dan Papua Barat. Rizal Djalil, anggota BPK yang mengoordinasi audit itu, menyatakan, pihaknya akan menyerahkan laporan tersebut kepada DPR, Senin hari ini.
Menurut dia, temuan BPK membuka mata bahwa pendelegasian pengelolaan keuangan kepada elite lokal sebagai implementasi otonomi ternyata tidak diiringi akuntabilitas memadai.
”Pemerintah pusat harus membuat koridor jelas dan memberikan atensi agar komitmen pemerintah yang besar pada terwujudnya kesejahteraan dapat benar-benar terwujud,” katanya.
Menurut laporan itu, penyimpangan pelaksanaan otsus terjadi karena, antara lain, belum adanya Peraturan Daerah Khusus Papua dan Papua Barat. Pengalokasian dana otsus selama ini hanya didasarkan pada kesepakatan antara gubernur dan bupati atau wali kota, tanpa ada nota kesepakatan.
Laporan itu menyebutkan, tanpa ada ketentuan mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan, penyaluran dana otsus berpotensi tidak tepat sasaran dan terjadi penyalahgunaan.
Laporan BPK mengungkapkan penyimpangan yang meliputi kegiatan tidak dilaksanakan alias fiktif senilai Rp 28,94 miliar, kelebihan pembayaran karena kekurangan volume pekerjaan atau pembayaran tidak sesuai ketentuan senilai Rp 218,29 miliar, dan penyelesaian pekerjaan yang terlambat dan tidak dikenai denda senilai Rp 17,22 miliar. Ada dana didepositokan di Bank Mandiri dan Bank Papua Rp 2,35 triliun.
Hadi menambahkan, pihaknya baru saja kembali dari Papua untuk menyaksikan penandatanganan kesepakatan antara BPK dan DPRD se-Provinsi Papua mengenai tata cara penyerahan laporan hasil pemeriksaan BPK ke DPRD.
Terkait temuan penyimpangan dana otsus, laporan BPK menyebutkan, Gubernur Papua Barat Abraham O Atururi mengakui pemerintahnya belum menyiapkan perangkat peraturan pengelolaan otsus dan masih dalam tahapan koordinasi dengan Majelis Rakyat Papua. Sebaliknya, Gubernur Papua Barnabas Suebu hingga 13 April lalu tidak menyampaikan tanggapan atas temuan BPK itu.