Sabtu, 21 Desember 2013

Upaya Pencegahan Dini

Saat ini telah dikembangkan berbagai metode guna mencegah tindak korupsi. Metode ini juga dikembangkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagai lembaga negara yang menjunjung tinggi independensi, integritas dan profesionalime. Upaya pencegahan yang umum dikenal dengan istilah Fraud Control System telah diinisiasi dan terus didorong oleh BPK.

Atas kewenangannya, BPK berhak mengakses informasi seluruh pengelola keuangan negara khususnya yang telah mengembangkan sistem informasi dengan dana APBN/APBD. Adanya data yang bersifat terpadu dan elektronik, diharapkan akan memudahkan audit yang disebut electronic audit. Hal ini mengefektifkan langkah penelusuran untuk mengetahui matching tidaknya data.

Pada lokus korupsi bermodus perjalanan dinas di birokrasi misalnya, dengan sistem informasi terpadu ini akan memudahkan telaah audit tanpa harus melakukan fieldwork audit. Selain mudah, hal ini memudahkan pengamatan dalam upaya pencegahan dini.  Praktek ini cukup maju akan tetapi belum menjawab persoalan seutuhnya.

Misi BPK untuk memberikan jaminan “Wajar Tanpa Pengecualian” pada pengelolaan keuangan negara melalui e-audit memang patut diapresiasi. Sebagai deteksi awal hal ini memang akan memudahkan telaah modus, lokus berikut aktornya. Selain efisien dan efektif, model pencegahan ini memberi meminimalisir konflik antara auditor dan auditee (orang atau lembaga yang diaudit).

Perlu dicatat bahwa modus kejahatan (termasuk korupsi) selalu selangkah lebih maju dibanding sistem pengawasan dan pencegahan itu sendiri. Sebagai contoh, korupsi bermodus perjalanan dinas. Sampai saat ini, birokrat yang menitip SPPD tanpa menjalani langsung, atau mengurangi volume kunjungan yang bersilisih dengan laporan masih terjadi.

Jika hanya mendasar pelaporan meski telah bersifat elektronik, ada kemungkinan sebagian pelaku juga akan terlatih mengakali laporan supaya “terkesan” akuntable. Pemenuhan beberapa item seperti yang dimintakan sistem elektronik tetap berkemungkinan direkayasa dengan berbagai kecanggihan modus baru.

Untuk itu yang lebih menarik untuk dikembangkan adalah pengawasan berbasis masyarakat. Untuk itulah dibutuhkan keterbukaan informasi yang simultan dan berketerusan dari pengelola keuangan negara. Lahirnya UU No.14 Tentang Keterbukaan Informasi Publik sangat mendukung terhadap tumbuhnya pengawasan masyarakat terhadap indikasi dan potensi korupsi khususnya di birokrasi.

BPK memang telah memiliki kontak pengaduan. Akan tetapi belum dikenal luas sehingga dari jumlah populasi maupun persebaran pengadunya belum optimal. Dibutuhkan, jejaring informasi antar masyarakat luas melalui kampanye yang berketerusan menyangkut metode masyarakat dalam mengenali dan melaporkan pengaduannya.

Rudy Karetji
Direktur Eksekutif KRAK INDONESIA 

1 komentar: