Jumat, 20 Desember 2013

Telaah Budaya korupsi


Hubungan antara korupsi dengan budaya memang telah menjadir sorotan banyak ahli. Budaya balas budi ada;ah perilaku seseorang menunjukan balas budi pada orang yang telah memberi keberuntungan. Contohnya kepada raja, sesepuh yang dalam istilah modern bergeser seperti pemberi proyek, pemberi jabatan dan lain sebagainya.

Saat melakukan balas budi yang dibawa tentunya barang berharga yang diharapkan akan disukai. Disinilah muncul istilah “upeti” yaitu harta terpilih dan istimewa. Bentuknya bisa uang, atau emas, perak dan hewan peliharaan. Dalam khazanah modern benda tersebut berubah menjadi cek, emas, mobil mewah, wanita cantik dan lain sebagainya.

Sebagian orang menyebut korupsi adalah budaya. Sebab pada umumnya, rekanan saling bersepakat untuk menggelar pertemuan dalam rangka menghadap pejabat tersebut. Ini hukum tak tertulis yang kemudian menjadi pemicu dan pemacu adanya kolusi dan korupsi. Sebab, secara budaya setiap pejabat tender yang baru juga banyak yang tidak menolak ketika ditemui meski kedoknya basa-basi atau hanya sekedar perkenalan.

Komunikasi seperti itulah yang menyebabkan munculnya niat-niat yang tak seharusnya. Lord Acton menyebut bahwa “power tend to corrupt”. Pernyataan ini untuk menegaskan bahwa setiap orang yang berkuasa selalu berkecenderungan untuk korup. Salah satunya karena keterbukaan komunikasi yang menjadikan pemangku kepentingan dalam hubungan batin yang dekat pula.

Lima penyebab utama korupsi yaitu; rendahnya gaji, adanya kesempatan, hukuman yang rendah, faktor budaya dan rendahnya dukungan politik. Menurutnya, budaya yang permisivis akan menjadi batu penghambat pencegahan tindak korupsi. Sebab, di dalam pikiran bawah sadar juga tidak ada penentangan.

Hal ini sangat berbeda dengan tradisi atau budaya di negara lain. Ambil contoh di China atau Jepang. Akibat rasa malu karena dituduh terlibat tindak korupsi, tak sedikit pejabat mengundurkan diri atau bahkan bunuh diri. Korupsi tetap dianggap sebagai hal yang memilukan dan memalukan kehidupannya.

Rudy Karetji

Tidak ada komentar:

Posting Komentar