Pertama, pejabat memang berniat korupsi. Kedua,
tindak pidana korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat terhadap
peraturan perundang-undangan. Dalam hal kasus korupsi yang menjerat
pejabat pemerintah, dihadapan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II dan
seluruh gubernur, ia menegaskan pejabat pemerintah yang terjebak kasus
korupsi harus dibela.
“Pengalaman empirik kita delapan tahun
lebih ini, saya menganalisis ada dua jenis korupsi. Pertama, memang
korupsi diniati untuk melakukan korupsi. Ya sudah, good bye. Tapi ada
juga kasus-kasus korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat yang
dilakukan itu keliru dan terkategori korupsi. Maka negara wajib
menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi tapi
bisa salah di dalam mengemban tugas-tugasnya,” jelasnya di Istana
Negara, Jakarta.
Menurutnya banyak pejabat pemerintah yang
tidak memahami definisi tindak pidana korupsi, sehingga ketika tindakan
dan kebijakannya dianggap melanggar hukum, pejabat pemerintah tersebut
mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hukum. Padahal pejabat
pemerintah tersebut tidak berniat melakukan tindakan korupsi.
“Tugas yang datang siang dan malam,
Kadang-kadang memerlukan kecepatan pengambilan keptusan, memerlukan
kebijakan yang tepat (dari pejabat pemerintah). Jangan biarkan
mereka (pejabat pemerintah) dinyatakan bersalah dalam tindak pidana
korupsi,” ucap SBY disambut tepuk tangan seluruh jajaran Kabinet
Indonesia Bersatu II dan seluruh gubernur yang hadir di Istana Negara.
Pernyataan SBY yang terkesan nyeleneh ini
mendapat tanggapan dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Abraham Samad. Ia tak sepakat dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono terkait pejabat negara yang tak paham penggunaan anggaran
harus dilepas dari jeratan hukum.
“Bahwa ada ketidaktahuan, tapi bukan
berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana. Karena
dalam teori hukum pidana, ketidaktahuan bukan berarti menghapuskan
pertanggungjawaban hukum pidananya,” ujar Abraham Samad usai menghadiri
Puncak Peringatan Hati Antikorupsi, di Istana Negara, Jakarta, Senin
(10/12/2012).
Menurut pria asli Makassar ini, seorang
pejabat negara dituntut harus cerdas dan paham dalam menggunakan
anggaran. Hal itu agar sang pejabat tak salah dalam menggunakan dan
mengalokasikan anggaran. “Oleh karena itu pemimpin dituntut harus
cerdas, kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi
korupsi, ya tidak usah memimpin,” tegasnya.
Tak hanya Abraham Samad, para analis pun
mengingatkan SBY. Bahwa justru karena ‘sangat paham’, para koruptor
memanfaatkan celah-celah peraturan untuk korupsi. Pejabat yang tidak
paham Undang-undang itu sangat jarang. “Itu ironis dan tragis, kalau ada
orang bodoh diangkat jadi pejabat,” kata pengamat sosial dan sosiolog
UIN Jakarta Abas Jauhari MA.
Presiden SBY jangan mau dijadikan ‘bebek
lumpuh’ oleh para koruptor yang berwatak oportunis dan sistemis.
Lihatlah para koruptor ini, mereka disukai dan dihormati para petugas
penjara dan kepala Lapasnya karena menjadi sumber ‘revenue’ tambahan.
Sementara para koruptor tetap tampil
glamor di depan publik, mengenakan berbagai aksesoris mewah, meski
statusnya telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mulai dari cincin,
ikat pinggang, hingga tas tangan.
SBY harus ingat bahwa sebanyak 1.408
kasus korupsi yang ditangani aparat hukum selama 2004-2011 menjadi bukti
dampak buruk korupsi. Nilai kerugian negara mencapai Rp39,3 triliun.
Anggaran sebesar itu bisa untuk membangun, misalnya, 393.000 rumah
sederhana atau memberikan bantuan modal usaha untuk 3,9 juta sarjana
baru. Ingat, korupsi adalah kejahatan luar biasa dan harus dibasmi
dengan kebijakan, tekad, organisasi dan sumber daya manusia yang luar
biasa pula.
Para analis memprediksi, korupsi akan
terus merajalela tahun depan, menjelang pemilu, dalam bentuk aneka ragam
perbuatan yang terkutuk. Korupsi adalah musuh publik, SBY harus memihak
publik dan menindak koruptor dengan efek jera, bukan malah ‘membela’
secara moral dengan argumentasi ‘tidak paham UU dan peraturan’ sebab itu
bakal dijadikan amunisi koruptor untuk berlindung atau menghindar dari
jeratan hukuman. ”Korupsi sudah menggurita. Masyarakat harus mendorong
SBY untuk mencegah secara sistemik dan menindaknya bagi para aktor
korupsi secara sistemik pula
Tidak ada komentar:
Posting Komentar