Selasa, 11 Desember 2012

Aneh bin Ajaib, SBY Himbau Bela Pejabat Terjebak Korupsi

Pada peringatan Hari Anti Korupsi se-Dunia dan Hak Asasi Manusia (HAM), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berbicara tentang kasus korupsi yang dilakukan pejabat pemerintah. Pidato ini disampaikan tidak lama setelah KPK menetapkan mantan Menpora Andi Malarangeng sebagai tersangka korupsi proyek Hambalang. Berdasarkan pengalaman delapan tahun terakhir, Presiden SBY mengungkapkan ada dua jenis korupsi.
Pertama, pejabat memang berniat korupsi. Kedua, tindak pidana korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam hal kasus korupsi yang menjerat pejabat pemerintah, dihadapan jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II dan seluruh gubernur, ia menegaskan pejabat pemerintah yang terjebak kasus korupsi harus dibela.
“Pengalaman empirik kita delapan tahun lebih ini, saya menganalisis ada dua jenis korupsi. Pertama, memang korupsi diniati untuk melakukan korupsi. Ya sudah, good bye. Tapi ada juga kasus-kasus korupsi terjadi karena ketidakpahaman pejabat yang dilakukan itu keliru dan terkategori korupsi. Maka negara wajib menyelamatkan mereka-mereka yang tidak punya niat melakukan korupsi tapi bisa salah di dalam mengemban tugas-tugasnya,” jelasnya di Istana Negara, Jakarta.

Menurutnya banyak pejabat pemerintah yang tidak memahami definisi tindak pidana korupsi, sehingga ketika tindakan dan kebijakannya dianggap melanggar hukum, pejabat pemerintah tersebut mempertanggungjawabkan perbuatannya dihadapan hukum. Padahal pejabat pemerintah tersebut tidak berniat melakukan tindakan korupsi.

“Tugas yang datang siang dan malam, Kadang-kadang memerlukan kecepatan pengambilan keptusan, memerlukan kebijakan yang tepat (dari pejabat pemerintah). Jangan biarkan mereka (pejabat pemerintah) dinyatakan bersalah dalam tindak pidana korupsi,” ucap SBY disambut tepuk tangan seluruh jajaran Kabinet Indonesia Bersatu II dan seluruh gubernur yang hadir di Istana Negara.

Pernyataan SBY yang terkesan nyeleneh ini mendapat tanggapan dari Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. Ia tak sepakat dengan pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait pejabat negara yang tak paham penggunaan anggaran harus dilepas dari jeratan hukum.

“Bahwa ada ketidaktahuan, tapi bukan berarti ketidaktahuan itu menghapuskan pertanggungjawaban pidana. Karena dalam teori hukum pidana, ketidaktahuan bukan berarti menghapuskan pertanggungjawaban hukum pidananya,” ujar Abraham Samad usai menghadiri Puncak Peringatan Hati Antikorupsi, di Istana Negara, Jakarta, Senin (10/12/2012).

Menurut pria asli Makassar ini, seorang pejabat negara dituntut harus cerdas dan paham dalam menggunakan anggaran. Hal itu agar sang pejabat tak salah dalam menggunakan dan mengalokasikan anggaran. “Oleh karena itu pemimpin dituntut harus cerdas, kalau ada pemimpin mengatakan tidak tahu kalau telah terjadi korupsi, ya tidak usah memimpin,” tegasnya.

Tak hanya Abraham Samad, para analis pun mengingatkan SBY. Bahwa justru karena ‘sangat paham’, para koruptor memanfaatkan celah-celah peraturan untuk korupsi. Pejabat yang tidak paham Undang-undang itu sangat jarang. “Itu ironis dan tragis, kalau ada orang bodoh diangkat jadi pejabat,” kata pengamat sosial dan sosiolog UIN Jakarta Abas Jauhari MA.

Presiden SBY jangan mau dijadikan ‘bebek lumpuh’ oleh para koruptor yang berwatak oportunis dan sistemis. Lihatlah para koruptor ini, mereka disukai dan dihormati para petugas penjara dan kepala Lapasnya karena menjadi sumber ‘revenue’ tambahan.

Sementara para koruptor tetap tampil glamor di depan publik, mengenakan berbagai aksesoris mewah, meski statusnya telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Mulai dari cincin, ikat pinggang, hingga tas tangan.

SBY harus ingat bahwa sebanyak 1.408 kasus korupsi yang ditangani aparat hukum selama 2004-2011 menjadi bukti dampak buruk korupsi. Nilai kerugian negara mencapai Rp39,3 triliun. Anggaran sebesar itu bisa untuk membangun, misalnya, 393.000 rumah sederhana atau memberikan bantuan modal usaha untuk 3,9 juta sarjana baru. Ingat, korupsi adalah kejahatan luar biasa dan harus dibasmi dengan kebijakan, tekad, organisasi dan sumber daya manusia yang luar biasa pula.

Para analis memprediksi, korupsi akan terus merajalela tahun depan, menjelang pemilu, dalam bentuk aneka ragam perbuatan yang terkutuk. Korupsi adalah musuh publik, SBY harus memihak publik dan menindak koruptor dengan efek jera, bukan malah ‘membela’ secara moral dengan argumentasi ‘tidak paham UU dan peraturan’ sebab itu bakal dijadikan amunisi koruptor untuk berlindung atau menghindar dari jeratan hukuman. ”Korupsi sudah menggurita. Masyarakat harus mendorong SBY untuk mencegah secara sistemik dan menindaknya bagi para aktor korupsi secara sistemik pula

Tidak ada komentar:

Posting Komentar