Kamis, 16 Juni 2011

Daftar Temuan Penyimpangan Dana Otonomi Khusus Papua Oleh BPK

Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keungan (BPK) menemukan indikasi penyimpangan dana Otonomi Khusus Papua sejak tahun 2002 - 2020 yang telah dialokasikan oleh pemerintah pusat ke Prov Papua sebesar Rp 28 Trilyun.
Berikut temuan penyimpangan penggunaan dana Otsus Papua yang ditemukan BPK:
1. Rp 566 miliar pengeluaran dana Otsus tidak didukung bukti yang valid. Dalam pemeriksaan tahun 2010 dan 2011, ditemukan Rp 211 miliar tidak didukung bukti termasuk realisasi belanja untuk PT TV mandiri Papua dari tahun 2006-2009 sebesar Rp 54 miliar tidak sesuai ketentuan. Dan Rp 1,1 miliar pertanggunganjawaban perjalan dinas menggunakan tiket palsu. Serta temuan sebelumnya belum sepenuhnya ditindaklanjuti Rp 354 miliar.

2. Pengadaan barang dan jasa melalui dana Otsus senilai Rp 326 miliar tidak sesuai aturan. Antara lain: Pertama, Rp 5,3 miliar terjadi di Kota Jayapura tahun anggaran 2008 tidak melalui pelelangan umum. Kedua pengadaan dipecah Rp 1.077.476.613 terjadi di Kabupaten Merauke tahun 2007 dan 2008. Ketiga, pengadaan tanpa adanya kontrak Rp 10 miliar yang terjadi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat, tahun anggaran 2009. Di samping itu terdapat temuan tahun 2002-2009 yang belum ditindaklanjuti Rp 309 miliar.

3. Rp 29 miliar dana Otsus fiktif. Dalam tahun anggaran 2010 terdapat Rp 22,8 miliar dana Otsus yang dicairkan tanpa ada kegiatan atau fiktif. Rincian kegiatan fiktif tersebut: detail engineering design PLTA Sungai Urumuka tahap tiga Rp 9,6 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua.
Kedua, detail engineering design PLTA Sungai Mambrano tahap dua Rp 8,7 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Ketiga, studi potensi energi terbarukan di 11 kabupaten Rp 3,1 miliar pada Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Papua. Keempat, fasilitas sosialisasi anggota MRP periode 2010-2015, Rp 827,7 miliar pada Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat daerah tahun 2010. Sedangkan bagian tindak lanjut tahun sebelumnya Rp 6 miliar.

4. Rp 1,85 triliun dana Otsus periode 2008-2010, didepositokan. Dengan rincian Rp 1,25 triliun pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379012 per 20 November 2008. Rp 250 miliar pada Bank Mandiri dengan nomor seri AA 379304 per 20 Mei 2009 dan Rp 350 miliar pada Bank Papua dengan no seri A09610 per 4 Januari 2010. Penempatan dana Otsus dalam bentuk deposito bertentangan dengan pasal 73 ayat 1 dan 2 Permendagri 13 th 2006.

Namun bantahan dikeluarkan oleh Kepala  Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Papua, Achmad Hatari dimana menyinggung soal sah tidaknya penunjukan Bank Mandiri sebagai pemegang kas, Hatari mengatakan UU juga memungkinkan hal itu. “Sebagaimana bunyi pasal 179 Permendagri 13 Tahun 2006. Pasal 1 berbunyi, bendahara umum daerah adalah saya sebagai Kepala BPKAD, menunjuk bank daerah yang sehat untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran kas. Ayat 2, penunjukan itu harus dengan keputusan Kepala Daerah dan Ayat 3, harus beritahukan DPRP. Ketiga-tiganya kita penuhi,” .

Dengan demikian, ketiga pihak yang mengetahui dilakukan deposito dana Otsus harus di periksa dan memberikan klarifikasi kepada KPK. Bagaimana kebijakan yang diambil sehingga dana tersebut dikelola dan tindakan dengan melakukan deposito dana Otsus Papua, apakah untuk kepentingan yang berhubungan dengan masyarakat atau tidak. Dan penjelasan penafsiran dari pejabat Papua terhadap Permendagri Nomor 13 tahun 2006 dan Permendagri nomor 59 tahun 2007.

Kemudian temuan-temuan yang di dapatkan oleh BPK dimana ada penyimpangan penggunaan dana Otsus Papua. Apabila ditemukam indikasi terjadinya penyimpangan terhadap pengelolaann dana tersebut, KPK dapat masuk untuk melakukan tindak lanjut penyelesaian dari kasus-kasus yang terjadi di Papua tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar